Kamis -Jumat, 20 – 21 Juni 2013, Pukul 17.00 Wita – selesai
Bulan Mei lalu bangsa Indonesia memperingati babakan penting sejarah negeri ini, yakni
lahirnya reformasi. Tahun ini, genap 15 tahun sudah periode reformasi bergulir dengan
berbagai perubahan sosial dan politik yang menyertainya. Hal ini sekaligus juga merekonstruksi
ulang cara pandang masyarakat terhadap berbagai persoalan kebangsaan. Beberapa hal yang
tadinya tabu untuk dibicarakan, mulai diungkapkan dengan lebih gamblang, termasuk seputar
kebudayaan.
Sinema Bentara kali ini menghadirkan film-film cerita dan dokumenter dari Indonesia serta
Jerman yang memiliki pertautan kisah diseputar reformasi kebangsaaan dan perubahan kultural,
baik yang terjadi di tanah air maupun negara lain.
Student Movement in Indonesia (Tino Saroenggalo, 1999, 43 menit)
Film dokumenter karya Tino Saroenggalo ini merekam peristiwa demonstrasi mahasiswa
menjelang dan pasca jatuhnya Soeharto. Upaya mahasiswa untuk melengserkan pemerintahan
Orde Baru ini harus berhadapan dengan moncong senjata aparat dan tentara. Peristiwa yang
dikenal dengan Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II ini meninggalkan korban yang tidak sedikit,
terutama dari kalangan mahasiswa; tewas ditembak, atau diculik tak ketahuan rimbanya.
Film ini menandai sebuah periode baru dalam sejarah Indonesia abad 21. Pasca demokrasi, selain
membawa angin segar perubahan dan harapan akan demokratisasi, berbagai persoalan yang
tadinya ditutupi, kini mulai diungkap serta digali kembali kebenarannya.
9808 (10 sutradara Indonesia, 2008, 40 menit)
Film ini merupakan antologi 10 cerita pendek besutan 10 sutradara Indonesia yang mencoba
merekam berbagai peristiwa setelah 10 tahun pasca Reformasi 1998. Di antaranya,
mengetengahkan sejumlah pertanyaan seorang perempuan etnis Tionghoa tentang keharusannya
mengganti nama yang dialami semasa Orde Baru, termasuk problematik yang menyertainya,
berikut keraguan orang atas nama tersebut. Film produksi 2008 ini melibatkan sejumlah pekerja
film dari beragam latar belakang (dokumenter, feature, film pendek), musisi dan pekerja seni
lainnya.
Aku Ingin Menciummu Sekali Saja (Garin Nugroho, 2002, 90 menit)
Film ini bercerita tentang Arnold, seorang remaja Papua yang terobesesi ingin mencium seorang
wanita yang ditemuinya di pelabuhan. Ayah Arnold, Bertold, adalah aktivis politik dan instruktur
tari Kasuari yang diburu oleh beberapa orang tak dikenal karena menuntut keadilan atas
kematian Theys H. Eluay, Ketua Dewan Presidium Papua. Berbagai insiden terjadi bersamaan.
Kisah di film ini juga membincangkan rasialisme yang tanpa disadari selalu terbawa dalam
tingkah laku sehari-hari. Karya ini diangkat dari cerpen ‘Sang Mahasiswa dan Sang Wanita’,
karya Laslo Kamondy. Film Garin Nugroho ini memperoleh ‘special mention’ dari Network for
Promotion of Asian Cinema (NETPAC) dalam Seksi Forum Internasional Festival Film Berlin
2003.
Babi Buta yang Ingin Terbang (Edwin, 2008, 77 menit)
Sutradara Edwin berupa menghadirkan film satir tentang hubungan antara seorang Muslim
dengan seorang Tionghoa dalam konteks Indonesia melalui gaya penceritaan yang tidak linier.
Berkisah di seputar persahabatan Linda dan Cahyono semasa kecil dan sesudahnya. Linda
tumbuh dengan menyaksikan bagaimana orang-orang di sekelilingnya berusaha mengatasi
masalah identitas mereka. Sebagian biaya produksi film ini didanai oleh The Hubert of
Interntional Film Festival Rotterdam dan The Global Film Initiative.
Rotkohl Und Blaukraut (Kubis Merah dan Ramuan Turki, Anna Hepp, 2011, 60 menit)
Sutradara Anna Hepp membuat film dokumenter yang merekam kehidupan dua keluarga TurkiJerman. Hepp mengikuti kehidupan pasangan Hakan Simsir (Turki) – Tanja Sengelhoff (Jerman)
dan Ozen Simsir (Turki) – Jens Ulrich Moller (Jerman) selama sebulan. Film ini berupaya
menampilkan latar belakang budaya dan agama masing-masing yang membentuk watak serta
kepribadian dan psikologis anak-anak mereka yang dibesarkan dengan pengaruh dua kebudayaan
yang berbeda. Karya Hepp ini telah diputar di Festival Film Berlin 2011.
Neukolln Unlimited (Agostino Imondi and Dietmar Ratsch, 2010, 96 menit)
Film dokumenter ini mengisahkan kehidupan 3 kakak beradik remaja yang orang tuanya berasal
dari Lebanon. Mereka tinggal di distrik Neukolln di Berlin, Jerman. Anak-anak dari keluarga
Akkouch, Hasan (18), Lial (19), dan Maradona (15), adalah musisi dan penari breakdance yang
cukup berhasil. Tari Hip Hop dan Breakdance adalah bahasa sehari-hari dan cerminan semangat
mereka. Meskipun belum memperoleh kewarganegaraan Jerman, ketiganya hanya bisa berbahasa
Jerman dan tidak mengenal bahasa Arab, bahasa ibu mereka. Keinginan mereka untuk menetap
dan mendapat ijin tinggal di Jerman senantiasa terhalang. Film ini telah diputar di berbagai
festival film internasional dan memperoleh First Prize for Feature Documentary, Chicago
International Children’s Film Festival.
Almanya-Willkommen in Deutschland (Yasemin Samdereli, 2011, 97 menit)
Film cerita garapan sutradara perempuan Yasemin Samdereli ini berkisah tentang keluarga
Huseyin Yilmaz, seorang buruh migran dari Turki yang pindah ke Jerman untuk memperbaiki
kehidupan keluarganya. Periode panjang yang ditampilkan dalam film ini dengan mengisahkan
kehidupan Huseyin saat menjadi buruh migran ke ‘1.000.0001’, membawa pindah istri dan
ketiga anaknya, kelahiran anak ke empatnya di Jerman, hingga keinginannya untuk kembali
ke desanya di Turki, mengajak seluruh anak dan cucunya. Perjalanan wisata ke Turki menjadi
kepulangannya kembali ke kampung halamannya untuk selama-salama ini. Film-film ini juga
mengetengahkan pertanyaan-pertanyaan tentang ‘siapakah saya’, ‘apakah saya orang Jerman
atau Turki’, yang terus menghantui keluarga Yilmaz.
Kamis, 20 Juni 2013:
17.00 Student Movement in Indonesia
18.00 9808
19.00 Diskusi
19.30 Aku Ingin Menciummu Sekali Saja
21.30 Babi Buta yang Ingin Terbang
Jumat, 21 Juni 2013 :
17.00 Rotkohl Und Blaukraut
18.00 Neukolln Unlimited
19.30 Diskusi
20.00 Almanya-Willkommen in Deutschland